Salah satu adab berdoa yang dianjurkan dalam Islam adalah menghadap kiblat saat berdoa. Sebagaimana kiblat adalah arah yang dituju kaum muslimin ketika shalat, kiblat juga merupakan arah yang dituju mereka saat berdoa. Begitula ketika menyembelih hewan kurban, dianjurkan untuk menghadapkannya ke arah kiblat.
Banyak hadits yang menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menghadap kiblat saat berdoa. Contohnya hadits berikut ini:
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رضي الله عنه قَالَ: لَمَّا كَانَ يَوْمُ بَدْرٍ نَظَرَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْمُشْرِكِينَ وَهُمْ أَلْفٌ، وَأَصْحَابُهُ ثَلَاثُ مِائَةٍ وَتِسْعَةَ عَشَرَ رَجُلًا، فَاسْتَقْبَلَ نَبِيُّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقِبْلَةَ، ثُمَّ مَدَّ يَدَيْهِ، فَجَعَلَ يَهْتِفُ بِرَبِّهِ: «اللهُمَّ أَنْجِزْ لِي مَا وَعَدْتَنِي، اللهُمَّ آتِ مَا وَعَدْتَنِي، اللهُمَّ إِنْ تُهْلِكْ هَذِهِ الْعِصَابَةَ مِنْ أَهْلِ الْإِسْلَامِ لَا تُعْبَدْ فِي الْأَرْضِ»، فَمَا زَالَ يَهْتِفُ بِرَبِّهِ، مَادًّا يَدَيْهِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ، حَتَّى سَقَطَ رِدَاؤُهُ عَنْ مَنْكِبَيْهِ، فَأَتَاهُ أَبُو بَكْرٍ فَأَخَذَ رِدَاءَهُ، فَأَلْقَاهُ عَلَى مَنْكِبَيْهِ، ثُمَّ الْتَزَمَهُ مِنْ وَرَائِهِ، وَقَالَ: يَا نَبِيَّ اللهِ، كَفَاكَ مُنَاشَدَتُكَ رَبَّكَ، فَإِنَّهُ سَيُنْجِزُ لَكَ مَا وَعَدَكَ، فَأَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: {إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ أَنِّي مُمِدُّكُمْ بِأَلْفٍ مِنَ الْمَلَائِكَةِ مُرْدِفِينَ} [الأنفال: 9] فَأَمَدَّهُ اللهُ بِالْمَلَائِكَةِ“.
Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu mengisahkan, “Saat perang Badar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memandang kaum musyrikin. Jumlah mereka seribu orang. Sedangkan para sahabat berjumlah 319 orang. Maka Nabiyullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun menghadap kiblat, lalu mengangkat kedua tangannya, seraya berdoa, “Ya Allah, aku memohon pada-Mu agar berkenan menunaikan janji-Mu untukku. Ya Allah, karuniakanlah untukku apa yang telah Kau janjikan. Ya Allah, seandainya Engkau membinasakan pasukan kaum muslimin, niscaya Engkau tidak lagi disembah di muka bumi”. Beliau terus memohon kepada Allah, seraya mengangkat kedua tangannya menghadap kiblat. Hingga sorban beliau terjatuh dari pundaknya. Abu Bakar pun datang untuk mengembalikan sorban beliau ke pundaknya. Lalu duduk di belakang beliau. Abu Bakar berkata, “Wahai Nabiyullah, (aku merasa) permohonanmu kepada Allah sudah cukup. Sungguh Dia akan memenuhi janji-Nya untukmu. Maka Allah ‘azza wa jalla pun menurunkan firman-Nya, “Ingatlah ketika engkau memohon pertolongan kepada Rabbmu, lalu Dia mengabulkannya. “Sungguh Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu berupa seribu malaikat yang datang berturut-turut”. [QS. Al-Anfal (8): 9]. Maka Allah pun membantu beliau dengan para malaikat”. HR. Muslim.
Namun etika menghadap kiblat saat berdoa ini sifatnya anjuran atau sunnah, bukan keharusan atau kewajiban. Buktinya, dalam beberapa kesempatan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah berdoa tanpa menghadap kiblat. Contohnya adalah saat beliau berdoa ketika menjadi khatib di shalat Jumat. Tentu saat itu beliau menghadap jamaah dan membelakangi kiblat.
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bercerita,
” بَيْنَمَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ يَوْمَ الجُمُعَةِ، إِذْ قَامَ رَجُلٌ، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ: هَلَكَ الكُرَاعُ، وَهَلَكَ الشَّاءُ، فَادْعُ اللَّهَ أَنْ يَسْقِيَنَا، فَمَدَّ يَدَيْهِ وَدَعَا “
“Saat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sedang khutbah Jum’at, tiba-tiba berdirilah seseorang seraya berkata, “Kuda-kuda dan kambing-kambing kami mati (kehausan). Mohonkan pada Allah agar berkenan menurunkan hujan”. Maka beliaupun mengangkat kedua tangannya sembari berdoa”. HR. Bukhari.
@ Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 19 Ramadhan 1439 / 4 Juni 2018